TANAH DATAR - Makna spiritual di balik bangunan arsitektur Rumah Gadang Musium Istana Basa Pagaruyung di Batusangkar sangat menarik untuk dibahas karena tidak lain kaitannya dengan kebudayaan dan kepercayaan masyarakat Minangkabau itu sendiri. Spiritualitas mencoba untuk memaknai hidup, dalam hal ini bangunan rumah adat, untuk percaya bahwa seluruh manusia memiliki keterkaitan serta percaya akan hubungan-hubungan yang dapat terbentuk secara harmonis dari berbagai unsur, tidak hanya diri sendiri melainkan juga antar sesama manusia dan Tuhan.
Untuk mengetahui bagaimana makna spiritual di balik bangunan arsitektur Rumah Gadang Musium Istana Basa Pagaruyung, selain melakukan pengamatan langsung, penulis juga melakukan wawancara, serta serta membaca refrensi dari berbagai sumber.
Baca juga:
Duel Berujung Maut Gara Gara Perebutan Pacar
|
Rumah Gadang Musium Istana Basa Pagaruyung layaknya bangunan arsitektur lainnya memiliki elemen atau unsur-unsur pembentuk bangunan itu sendiri, antara lain bentuk atapnya yang seperti tanduk (gonjong), ruang dalam, dinding Rumah Gadang yang penuh akan ukiran, dan tangga di depan bangunan Rumah Gadang itu sendiri. Sedangkan menurut teori arsitektur, elemen-elemen pembentuk suatu arsitektur, antara lain titik, garis, bidang, ruang, bentuk, tekstur, dan warna. Selanjutnya analisis penulis mengenai makna spiritual Islam pada Rumah Gadang Istana Basa Pagaruyung sebagai berikut :
GARIS
Garis dengan arah vertikal dan horizontal tampak pada penempatan tangga di depan pintu masuk (di depan bangunan Rumah Gadang). Garis pada tangga terlihat mendominasi dengan adanya pengulangan. Makna s[itual yang terkandung dari garis tersebut ialah, jumlah jenjang anak tangga Rumah Gadang Istana Basa Pagaruyung berjumlah ganjil, yaitu 11 anak tangga. Keganjilan pada bilangan ini disukai oleh masyarakat Minangkabau karena sesuai dengan Al-Quran dan Hadis yang mengatakan bahwa Allah itu esa dan Ia menyenangi yang ganjil, sebab yang genap adalah sudah sempurna dan sudah lengkap dan hanya milik Allah SWT.
BIDANG
Ornamen ukiran alam yang penuh mendominasi pada bidang fasad bangunan arsitektur Rumah Gadang Istana Basa Pagaruyung, memiliki makna spiritual bahwa ukiran di Rumah Gadang Istana Basa Pagaruyung umumnya bermotif alam, seperti akar, bunga, daun serta hewan. Kesemuanya lebih identik dengan pantulan makna-makna simbolik dari pada meniru bentuk alam tersebut. Hal ini dikarenakan prinsip orang Minangkabau yang berdasar pada adat budaya Minangkabau dengan ketentuan Islam dalam Al-Quran dan Hadis yang merupakan syariat yang melarang manusia untuk menggambarkan makhluk hidup secara utuh.
BENTUK
Baca juga:
Apa Itu Vaksin Covid 19
|
Bentuk atap gonjong memiliki analogi yang berasal dari tanduk kerbau dan mengikuti alam. Skala/proporsi bentuk berbeda dengan bangunan Rumah Gadang lainnya karena dianggap lebih monumental. Bentuk atap gonjong yang terinspirasi dari hewan kerbau disimbolkan sebagai interaksi kepada Tuhan. Gonjong sebagai interaksi kepada Tuhan di mana bentuk gonjongnya yang selalu mencuat ke atas/ ke langit (mengarah ke Allah di langit). Selain itu Rumah Gadang Istana Basa Pagaruyung memiliki 11 gonjong sehingga keberadaannya lebih diagungkan dibandingkan dengan Rumah Gadang warga biasa yang hanya memiliki 4 gonjong, sehingga lebih dianggap sakral dan monumental, terlebih jumlah gonjongnya yang juga ganjil.
Selain gonjong, material atap yang terbuat dari ijuk berbeda dengan Rumah Gadang lainnya. Material ijuk pada atap Istana Basa Pagaruyung diibaratkan sebagai mahkota dalam suatu Rumah Gadang, maka dengan banyak digantinya material ijuk di Rumah Gadang lain saat ini dengan seng seolah-olah membuat Rumah Gadang tak lagi memiliki ‘mahkota’.
RUANGAN
Rumah Gadang Istana Basa Pagaruyung terdiri 9 bilik yang mengikuti struktur bangunan di mana 2 bilik diantaranya tidak digunakan sebagai ruangan, melainkan sebagai jalan menuju dapur dan juga tangga (nomor 5 dan 6). Jumlah biliknya yang ganjil lagi-lagi bermakna spiritual yaitu mengingat akan bilangan yang disukai Allah SWT. Pada bagian kiri dan kanan Istana Pagaruyung terdapat anjung atau penaikan lantai karena termasuk ke dalam Rumah Gadang Koto Piliang yang memegang sistem Pemerintahan aristokrat di mana status sosial Datuk berbeda-beda (berhirarki).
Dari uraian di atas diketahui bahwa makna spiritual di balik bangunan arsitektur Rumah Gadang Istana Basa Pagaruyung dapat dilihat pada 4 (empat) elemen arsitektur yang masing-masing memiliki makna spiritualitas yang kental dengan spiritualitas Islam, antara lain pada elemen garis yaitu pada tangga di depan pintu masuk Rumah Gadang, elemen bidang yaitu tampak pada bidang fasad bangunan yang terdiri dari ornamen ukiran penuh, elemen bentuk yaitu pada bentuk atap gonjong Rumah Gadang Istana Basa Pagaruyung itu sendiri, serta elemen ruang yaitu bilik-bilik yang terdapat di dalamnya.
Makna spiritualitas diwujudkan melalui elemen-elemen tersebut berdasarkan kepada spiritualitas Islam sesuai dengan konsep kebudayaan Minangkabau. Seperti yang telah diketahui bahwa agama Islam merupakan agama penyempurna bagi masyarakat Minangkabau. Hal ini tidak lepas dengan adat kebudayaan masyarakat Minangkabau Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, dan alam dijadikan sebagai prinsip dasar keseimbangan bagi masyarakat Minangkabau melalui falsafah hidup masyarakat Minangkabau yaitu Alam takambang jadi guru.
Makna spiritualitas Islam yang menyatakan bilangan ganjil lebih disukai oleh Allah yang Maha Esa didasari dengan hadis yang dicatat dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim terkait Asmaul Husna: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi bersabda: “Allah memiliki 99 nama, siapa yang menjaganya akan masuk surga. Allah itu ganjil (esa), dan menyukai bilangan yang ganjil.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Penulis : Joni Hermanto
Sumber : Wawancara, Literatur dan Analisa