Meski Berkali – Kali Terbakar, Keindahan Museum Istano Basa Pagaruyung Tidak Akan Pernah Pudar

    Meski Berkali – Kali Terbakar, Keindahan Museum Istano Basa Pagaruyung Tidak Akan Pernah Pudar
    Foto : Dok. journalist.id

    TANAH DATAR - Kekayaan budaya yang dimiliki oleh Indonesia sudah tidak diragukan lagi keragaman dan keindahannya. Pada artikel ini akan dibahas sekilas mengenai salah satu budaya daerah dari Sumatera. Pulau Sumatera merupakan pulau paling ujung sebelah barat Indonesia. Mari kita berkunjung ke Sumatera Barat tepatnya Batusangkar dan berjalan sejauh 5KM dari pusat kota untuk mengunjungi Istano Basa.

    Istano Basa Pagaruyuang, begitulah kira-kira masyarakat setempat menyebut tempat yang terkenal dengan sebutan Istana Pagaruyung ini. Dahulunya Istana ini merupakan tempat tinggal keluarga Raja di zaman Kerajaan Pagaruyung hingga tahun 1833 saat hancurnya kerajaan Pagaruyung.

    Ternyata Istana Pagaruyung yang sekarang ini menjadi museum dan pusat atraksi wisata di Batusangkar bukanlah bangunan asli dari Istana Pagaruyung yang berdiri sejak zaman kerajaan. Hal itu dikarenakan Istana Pagaruyung beberapa kali mengalami kebakaran, yakni di tahun 1804, 1966 and 2007.

    Sejak kebakaran yang terjadi di tahun 1966, Gubernur Sumatera Barat pada waktu itu, Harun Zain melakukan peletakan batu pertama bukan di tapak istana lama, tetapi di lokasi baru di sebelah selatannya.

    Pembangunan ulang setelah kebakaran terakhir di tahun 2007 akibat tersambar petir diperkirakan menghabiskan dana fantastis sebesar 20 milyar rupiah. Kebakaran istano basa pagaruyung, menimbulkan duka yang mendalam bagi masyarakat sumatera barat umumnya dan masyarakat Tanah Datar khususnya.

    Bagaimana tidak, rumah adat yang selama ini menjadi kebanggaan, ikon masyarakat minang, sekaligus sebagai salah satu tempat wisata di Tanah Datar, ludes dilalap si jago merah dalam semalam. Seluruh isi rumah adat yang berada dilantai 2 dan lantai 3 hancur tak bersisa, karena asap tebal dan bahan bangunan yang sebagian besar terbuat dari kayu . sedangkan di lantai 1, beberapa barang masih sempat diselamatkan.

    Posisi pembangunan Istano Basa yang sekarang telah hangus ini, batagak tunggak tuo (mendirikan tiang utama) dilakukan pada 27 Desember 1976. Letak istana berada di padang gembalaan ke arah selatan di atas tanah milik ahli waris kerajaan. Berdiri gagah sebelum terbakar dengan keindahan Gunung Bungsu di belakangnya, seakan menunjukkan kebesaran dan kejayaan Pagaruyung di masa lampau.

    Pagaruyung adalah sebuah kerajaan yang berada di padang gembalaan ke arah selatan di atas tanah milik ahli waris kerajaan. Berdiri gagah sebelum terbakar dengan keindahan Gunung Bungsu di belakangnya, seakan menunjukkan kebesaran dan kejayaan Pagaruyung di masa lampau.

    Dahulunya kerajaan ini adalah sebuah kerajaan besar yang wilayah kekuasaannya meliputi provinsi Sumatera Barat sekarang dan daerah sekitarnya. Nama kerajaan ini berasal dari nama ibukotanya, yaitu nagari pagaruyung. Kerajaan ini didirikan oleh Adityawarman seorang peranakan Minagkabau - Majapahit.

    Ia merupakan putra Mahesa Anabrang, panglima perang Kerajaan Sriwijaya dan Dara Jingga, putri dari kerajaan Dhamasraya pada tahun 1347. Namun, sebelum kerajaan pagaruyung berdiri, sebenarnya masyarakat di wilayah Minangkabau sudah memiliki sistem politik semacam konfederasi, yang merupakan lembaga musyawarah dari berbagai Nagari dan Luhak. Dilihat dari kontinuitas sejarah, Kerajaan Pagaruyung merupakan semacam perubahan sistem administrasi semata bagi masyarakat setempat (Suku Minang).

    Pada awal bertahta sebagai raja bawahan (uparaja) dari Majapahit dan menundukkan daerah-daerah penting di Sumatera, seperti Kuntu dan Kampar yang merupakan penghasil lada. Namun dari berita Tiongkok diketahui Pagaruyung mengirim utusan ke Tiongkok seperempat abad kemudian, agaknya Adityawarman berusaha melepaskan diri dari Majapahit.

    Sebelumnya Adityawarman juga pernah bersama Mahapatih Gajah Mada menaklukkan Bali dan Palembang. Pengaruh Islam di Pagaruyung berkembang kira-kira abad ke-16 melalui musafir dan guru agama yang singgah dari Aceh dan Malaka.

    Salah satu murid ulama Aceh yang terkenal Syaikh Abdurrauf Singkil (Tengku Syiah Kuala), yaitu Syaikh Burhanuddin Ulakan, sosok yang dianggap pertama kali menyebarkan agama Islam di Pagaruyung. Pada abad ke-17, Kerajaan Pagaruyung akhirnya berubah menjadi Kesultanan Islam.

    Raja Islam pertama bernama Sultan Alif.namun, pada tahun 1809 terjadi tragedi pembunuhan di Koto Tangah, Tanah Datar, dalam masa perang paderi, terjadi karena ikut campurnya Tuanku Lelo, salah seorang tokoh Paderi yang ambisius dari Tapanuli Selatan. Beberapa orang dari keluarga raja seperti Tuanku Rajo Naro, Tuanku di Talang dan seorang putra raja lainnya dituduh tidak menjalankan aqidah Islam secara benar, oleh karena itu mereka anggap kapir dan harus dibunuh.

    Perundingan berubah menjadi pertengkaran dan berlanjut menjadi pembunuhan. Semua rombongan raja beserta Basa Ampek Balai dan para penghulu lainnya terbunuh. Daulat Yang Dipertuan Muningsyah dapat menyelamatkan dengan cara yang ajaib sekali.

    Baginda bersama cucu perempuannya Puti Reno Sori menghindar ke Lubuk Jambi Kekuasaan raja Pagaruyung sudah sangat lemah pada saat-saat menjelang perang Padri, meskipun raja masih tetap dihormati.

    Daerah-daerah di pesisir barat jatuh ke dalam pengaruh Aceh, sedangkan Inderapura di pesisir selatan praktis menjadi kerajaan merdeka meskipun resminya masih tunduk pada raja Pagaruyung. Peristiwa tersebut membuat runtuhnya kerajaan pagaruyung, sehingga menyebabkan keluarga kerajaan tercerai-berai. Pada awal abad ke-19 pecah konflik antara kaum Padri dan golongan bangsawan (kaum adat).

    Dalam satu pertemuan antara keluarga kerajaan Pagaruyung dan kaum Padri pecah pertengkaran yang menyebabkan banyak keluarga raja terbunuh.

    Namun Sultan Muning Alamsyah selamat dan melarikan diri ke Lubukjambi. Jika waktu boleh diputar ke belakang, beberapa abad silam, boleh jadi Ibukota Sumatera Barat bukan Padang. Melainkan Pagaruyung. Di masa kejayaan Pagaruyung kala itu, hanya ada satu istana yakni Rumah Tuan Gadih Pagaruyung Istano Si Linduang Bulan sebagai istana raja. Istana ini pernah dibakar oleh tentara kolonial Belanda pada 1804 yang kemudian dibangun kembali, pada 1972 oleh Gubrernur Sumatera Barat Harun Zen sebagai duplikat istana Si Linduang Bulan.

    Tujuan utama pembangunan untuk mengangkat harga diri orang Minang yang jatuh akibat peristiwa PRRI. Lalu pewaris kerajaan meminjamkan tanah seluas 3 hektar untuk hak pakai mendirikan bangunan Istano Basa. menyusul sebuah kerusuhan berdarah. Kemudian dibangun lagi dan untuk kedua kalinya pada 1966 istana sarat sejarah ini terbakar kembali.

    Penulis                 : Joni Hermanto

    Sumber                : Amran.wordpress.com

    museumistanobasapagaruyung tanahdatar
    Joni Hermanto

    Joni Hermanto

    Artikel Sebelumnya

    Ingin Berfoto Mengenakan Baju Adat Minangkabau,...

    Artikel Berikutnya

    Silaturahmi Kader, TP PKK Tanah Datar Gelar...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Cegah Paham Radikalisme, Polri Tekankan Pentingnya Upaya Kontra Radikal 
    Hendri Kampai: Jika Anda Seorang Pejabat, Sebuah Renungan dari Hati ke Hati
    Hendri Kampai: Indonesia Baru, Mimpi, Harapan, dan Langkah Menuju Perubahan
    Kapolri-Panglima TNI Tinjau Kesiapan Program Ketahanan Pangan di Jawa Tengah
    Bakamla RI Berhasil Bantu MV Lena Alami Kerusakan Kemudi di Laut Natuna Utara

    Ikuti Kami