TANAH DATAR - Museum Istano Basa Pagaruyung yang beralamat di Jl. Sutan Alam Bagarsyah, Nagari Saruaso, Keamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat memiliki 72 tiang, masing - masing tiang mempunyai nama dan filosofi yang berhubungan dengan kaum/suku yang ada di Minangkabau.
Deretan tiang yang pertama dari depan Museum Istano Basa Pagaruyung dinamakan “Tiang Panagua Alek” yang mewakili dan melambangkan peran penghulu kaum sebagai penasehat dari setiap pertemuan, kegiatan sosial dan keramaian ditengah-tengah masyarakat, deretan tiang panagua alek juga dinamakan tiang tapi.
Penghulu adalah pemimpin bagi anak kemenakannya dan merupakan orang yang didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting. Pemimpindalam adat Minangkabau disebut “Pangulu” atau Penghulu. Pangulu bergelar “Datuak”, gelar tersebut diterimanya secara turun temurun.
Seorang pangulu menjadi pemimpin untuk kaum atau sukunya. Sedangkan di Nagari, di tingkat yang lebih besar ia bersama-sama dengan pangulu lain menjadi pemimpin. Jadi seorang pangulu selain menjadi pemimpin bagi anak kemenakannya, ia juga menjadi pemimpin masyarakat dalam suatu nagari.
Penghulu sebagai “urang gadang” (orang besar) mempunyai beberapa orang pembantu. Pembantu utamanya itu adalah “manti, malin, dubalang”, selain ketiga pembantu itu ada seorang pembantu dekatnya yang disebut “Panungkek” (penongkat). Manti yaitu pembantu pangulu di bidang tata laksana pemerintahan.
Hal-hal yang berhubungan dengan pemerintahan menurut adat diurus oleh Manti. Malin adalah pembantu penghulu di bidang agama. Semua urusan agama menjadi tanggung jawabnya. Ia bertindak menurut ajaran Islam, menurut Al-Qur'an dan hadits. Tugasnya membimbing masyarakat ke jalan yang ditentukan oleh Islam.
Ia membimbing anak mengaji, mengajari anak-anak melaksanakan sholat dan memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang Islam. Dubalang (hulubalang) adalah pembantu penghulu di bidangkeamanan. Ia bertugas dan menjaga keamanan dan ketentraman masyarakat.Dengan keberadaan dubalang, merasa aman dan tentram.
Pangulu (penghulu) bertugas memimpin anak kemenakan. Ruang lingkup kepemimpinannya menurut adat sangat luas. Ia juga berkewajiban memelihara dan melindungi yang dipimpimnya sehingga anak kemenakannya merasa tentram lahir dan bathin, moral dan materil, mental dan spiritual. Oleh karena itu penghulu mempunyai martabat yakni kehormatan jabatannya.
Baca juga:
5 Unit Ruko Dilalap Si Jago Merah
|
Dalam ungkapan adat disebut pangulu “tumbuh dek ditanam, tinggidek dianjung, gadang dek diamba” (tumbuh karena ditanam, tinggi karena dianjung, besar karena dilambuk). Penghulu tersebut bukan ada dengan sendirinya, tetapi karena ditanam, ditinggikan dan dibesarkan oleh kemenakannya. Pangulu lahir karena dilahirkan oleh kaumnya. Tinggi karena didukung oleh kaumnya dan besar karena dibesarkan oleh kaumnya.
Oleh karena ia ditumbuhkan, ditinggikan dan dibesarkan, pangulu harus memelihara kebesarannya yakni dengan martabatnya yang baik. Untuk mempertahankan dan memelihara martabatnya, pangulu memiliki empat sifat utama. sifat-sifat itu mempedomani sifat Rasul Allah, Muhammad, yakni 1) siddiq atau benar, 2) amanah atau dipercaya, 3) fatanahatau cerdas, dan 4) tabligh atau menyampaikan.
Keempat sifat rasul itu merupakan sifat dasar seorang Pangulu yang tidak boleh dilupakannya. Sebagai pemimpin, penghulu mempunyai pakaian kebesaran yang disebut pakaian adat. Pakaian itu mengandung makna simbolik, adanya makna yang tersembunyi di dalamnya. Maknanya menunjukkan budi, kepribadiandan perangai seorang penghulu. Jadi, pakaian bukan hanya sebagai pertanda kebesaran belaka, tetapi merupakan lambang kepribadian dan tingkah lakunya.
Penghulu tumbuah karena ditanam, tinggi karena dianjung, besar karena dipupuk. Yang menanam penghulu adalah kaumnya, yang meninggikan penghulu adalah anak kemenakannya dan yang memupuk penghulu adalah masyarakatnya. Jadi penghulu itu ada karena diadakan, tidak ada dengan sendirinya. Pengangkatan penghulu disebut juga membangun gelar pusaka (membangun sako).
Jabatan penghulu di Minangkabau turun temurun, dalam adat diungkapkan ”biriak - biriak tabang ka samak, dari samak ka halaman, dari niniak turun ka mamak, dari mamak turun ka kamanakan” yang berhak mendapat atau memakai gelar penghulu adalah kemenakan dekat, kemenakan di bawah dagu yakni kemenakan yang setali darah menurut matrilineal.
Penghulu adalah pemimpin kaumnya, pembimbing anak kemenakan dan menjadi niniak mamak di Nagari. Oleh karena itu seorang yang akan menjadi penghulu adalah orang yang memenuhi syarat kepemimpinan menurut adat Minangkabau.
Penulis : Joni Hermanto
Sumber : adityawarman.org