TANAH DATAR - Tinjauan sejarah mencatat ada tiga daerah yang pada masa lampau berjuluk 'luhak nan tigo', yakni, Kabupaten Agam, Lima Puluh Kota, dan Kabupaten Tanah Datar, ketiga daerah itu dipercayai merupakan pemukiman awal dari masyarakat Minangkabau atau disebut pula wilayah darek (daratan).
Di Tanah Datar pada masa lampau terdapat nagari-nagari yang runtuh setelah terjebak dalam siasat kolonial Belanda saat perang Padri bergejolak, sehingga terbentuk pemerintahan konfederasi yang disebut sebagai Kerajaan Pagaruyung.
Salah satu peninggalan sejarah yang masih tersisa dari eksistensi kekuasaan Kerajaan Pagaruyung adalah Musium Istano Basa Pagaruyung yang berarti istana besar Kerajaan Pagaruyung, yang terletek di Kecamatan Tanah Tanjung Emas, Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar.
Sesuai dengan namanya, istana ini mengabadikan kemegahan arsitektur dari pusat pemerintahan kerajaan. Meskipun wujud yang berdiri megah sekarang ini bukanlah bangunan aslinya, namun berbagai detail ciri khas arsitektur yang dimilikinya masih sama seperti kondisinya di masa lampau, salah satunya adalah ukiran yang terdapat di dalam istana.
Dikutib dari berbagai sumber, ukiran yang digunakan merupakan gambaran keadaan alam sekitar, seperti tumbuhan, binatang, benda, dan manusia. Ukiran tersebut sesuai dengan falsafah hidup suku Minangkabau, alam takambang jadi guru, yang artinya alam terkembang jadi guru.
Jika diartikan secara bebas, falsafah hidup tersebut menunjukkan bahwa alam merupakan medium pengajaran yang penting bagi suku Minangkabau. Jika dilihat dari segi fungsional, motif ragam hias ukiran tidak hanya memiliki fungsi sebagai penghias, melainkan juga sebagai pengungkapan jiwa seni seseorang dan sebagai media pendidikan terhadap anak kemenakan.
Baca juga:
Tony Rosyid: Pilkada dalam Bayangan Kematian
|
Ragam hias ukiran tradisional yang digunakan dalam Rumah Gadang Minangkabau bervariasi jumlahnya tergantung kedudukannya dalam suku. Masing-masing jenis ukiran mengandung makna tersendiri yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat Minangkabau.
Secara keseluruhan, makna yang terkandung merupakan pedoman bagi masyarakat suku Minangkabau dalam menjalankan kehidupan. Makna ukiran tersebut bahkan dikuatkan dengan penggunaan ungkapan atau kata-kata adat.
Literatur mengenai ukiran tradisional Minangkabau tidak mudah ditemukan. Kalaupun ada, hanya membahas bagian umum saja dan tidak mencakup hubungan ukiran tersebut dengan sendi-sendi nilai kehidupan masyarakat Minangkabau baik dari struktur ragam hias, komponen maupun maknanya.
Oleh karena itu, berdasarkan pemaparan tersebut di atas, penulis coba gambarkan kajian struktur ragam hias ukiran tradisional Minangkabau pada Istano Basa Pagaruyung dengan filosofi kehidupan masyarakat Minangkabau.
Penulis : Joni Hermanto
Sumber : All Sumber