TANAH DATAR – Tampaknya Presiden melalui Kemenpan RB perlu meninjau ulang pemberian penghargaan zona integritas Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanah Datar, pasalnya akhir-akhir ini santer beredar informasi mengenai sejumlah oknumnya yang diduga justru melakukan tindak pidana korupsi.
Mirisnya lagi, justru perbuatan tercela itu diduga dilakukan oleh sejumlah oknum Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat menangani perkara korupsi, narkoba serta beberapa perkara yang berhubungan dengan tindak pidana umum. Seperti yang terjadi pada Sukandar (bukan nama sebenarnya) seorang mantan narapidana yang pada awal bulan Januari 2020 lalu dijatuhi vonis 1 tahun penjara oleh majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkaranya.
Kepada wartawan Sukandar menceritakan, bahwa, pada pertengahan bulan November 2019 lalu sebelum JPU membacakan tuntutan atas perkaranya, oknum JPU yang menjabat Kapala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Tanah Datar dengan inisial SIW meminta uang pelicin sejumlah Rp. 35 Juta agar Sukandar bisa diberi tuntutan ringan yakni, 1 tahun penjara
“Saya diberi 2 opsi, opsi pertama nilainya 35 (Rp. 35 Juta) saya dijanjikan tuntutan setahun tiga bulan (1 tahun 3 bulan penjara) atau opsi kedua, sebesar Rp. 20 Juta, tuntutannya 3 tahun penjara”, tutur Sukandar kepada wartawan, Minggu (28/11) melalui sambungan telpon.
Sukandar menambahkan, meski dihadapkan dengan situasi yang dilematis, dirinya terpaksa menuruti permintaan (uang pelicin) SIW supaya mendapatkan vonis lebih ringan.
“Saya terpaksa pilih opsi yang pertama (membayar Rp. 35 Juta), pertimbangan saya, antara opsi pertama dan kedua selisih nominalnya cuma Rp. 15 Juta, sementara selisih hukuman yang harus saya jalani 2 tahun, masa karena pertimbangan Rp. 15 Juta saya harus menjalani hukuman 2 tahun lebih berat “, ucapnya.
Sebelumnya Advokat Publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Decthree Ranti Putri, S.H, meminta Jaksa Agung Bidang Pengawasan (Jamwas) untuk menindak tegas para oknum yang telah mencoreng wibawa penegakan hukum itu.
Karena menurutnya, negara tidak boleh ditempati oleh orang-orang jahat yang hanya mengutamakan kepentingan pribadi serta mengabaikan pengabdian yang sesungguhnya sebagai pelayan publik dalam penegakan hukum.
”Keberadaan mafia kasus sejak dulu sudah menjadi rahasia umum, yang selalu dimanfaatkan oleh oknum aparat penegak hukum, mereka dengan gampangnya mentransaksikan keberadaan alat bukti dalam penegakan hukumnya dengan sejumlah nominal uang, ” tukasnya
Sementara itu Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tanah Datar Hardijono Sidayat, SH melalui Kasi Intel Rifki Riza, SH saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp pribadinya justru memberikan jawaban yang terkesan ngawur dan membingungkan, pasalnya setiap kali awak media indonesiasatu.co.id mendapatkan informasi berupa temuan, saat dilakukan konfirmasi jawabannya selalu sama dengan meng-copy paste jawaban seblumnya, dan lebih anehnya lagi jawaban yang disampaikan Rifki Riza tidak nyambung dengan pertanyaan yang diajukan.
”Sikap kami jelas, kami tidak akan meminta maaf. Kalau ada berita, silakan saja, asalkan data-datanya valid, bisa menjadi bukti dan bukan asumsi”, tulis Kasi Intel, Sabtu (27/11).
Entah karena terpojok sehingga tidak bisa memberi jawaban yang berbobot, atau karena tidak menguasai teknik berkomunikasi yang mempuni, sehingga jawaban seperti itu selalu diulang – ulang setiap kali awak media indonesiasatu.co.id melakukan konfirmasi.(JH)